Selasa, 27 Oktober 2020

Metamorposa 5

             “-- akan naik ojek saja kalau begitu, Assalamualaikum” sambungku dengan cepat sambil berlari kecil kearah pangkalan ojek yang berada di luar pasar.

            “Waalaikumsalam” jawab Mina dengan Fadli.

Aku pun pulang dengan menggunakan ojek perempuan yang ada dipangkalan ojek tadi. Ditengah perjalan pulang, tiba-tiba ada mobil truk dari arah berlawanan dengan kecepatan tinggi menghantam mobil mini yang ada didepan kami. Seketika mobil mini itu mengenai motor yang aku tumpangi juga. Sementara aku yang memegang erat jaket mba ojek itu, langsung terlepas kemudian akupun tidak sadar lagi.

Saat aku sudah sadar, hanya dinding dan langit-langit putih di ruangan ini yang kulihat. aku tidak tau dimana aku, siapa aku dan mengapa aku bisa seperti ini. Tapi sebuah tangan hangat menggenggam tanganku sangat erat sambil terisak. Ternyata seorang wanita yang terlihat tidak muda lagi. Kemudian dia melihat kearahku lalu memanggil dokter. Aku siapa? Pertanyaan itu selalu ku pikirkan. Setelah dokter datang kearahku, dia mengatakan bahwa aku sudah baik-baik saja. Baik-baik saja bagaimana? kepalaku sakit. Bahkan saat aku meraba kepalaku sendiri, ada perban yang melilit kepalaku.

“Nak, ini mama” kata wanita disamping ku sambil mengusap kepalaku dengan lembut.

            “Mama? tapi aku tidak ingat... bahkan aku tidak tau siapa aku.” ucapku sambil melihat ke langit-langit ruangan ini.

            “Sebenarnya nak, kemarin kamu  kecelakaan hikss… lalu kata dokter kamu amnesia nak, hikss…” kata mamaku sambil terisak.

            “Berarti aku lupa ingatan dong ma” kataku tak percaya.

            “Iya nak, hikss…” kata mamaku

            “Berarti dari kemarin aku tidak sadar, tidak makan, tidak minum, tidak ber---akkhh” kataku terpotong karena ada laki-laki yang memukul mulutku tiba-tiba. Siapa lagi dia? sejak kapan dia ada disini?. aku hanya melihatnya dari ujung kaki sampai ujung kepalanya.

            “Iss… kok ada orang pinggir jalan di sini ma? sejak kapan?” tanya ku sambil menatap sinis laki-laki itu.

            “Ha? Orang pinggir jalan? nih, kenalin gue Lugu, kakak lu satu-satunya yang ganteng” kata laki-laki itu sambil menekankan kata ‘kakak’. Ternyata dia kakak ku, maklum lah kan aku amnesia.

            “Maaf kan adikmu ini kakanda” kataku sambil meyatukan kedua tangan ku tanda minta maaf.  Mama tertawa melihat kelakuan aku dengan kak Lugu.

            “Ayah mana ma?” tanya ku lagi kepada mamaku membuat tawa mama  berhenti.

            “Ayah kamu sudah meninggal nak, sejak kamu masih dalam kandungan mama. Tapi kamu sudah tau kok sebelum kejadian ini” jawab mama ku menatapku dengan dalam. Membuatku menggenggam kedua tangan mamaku.

            “Mmm… Aku mau pulang kerumah ma, boleh yah, ya-yaaaaaa” kataku untuk memecahkan keheningan.

            “Nggak! kamu tetap disini selama satu tahun. Hahahaaaa” Kata kakak ku sambil terbahak-bahak membuatku menatapnya sinis lagi.

            Tidak kok sayang… dokter bilang, minggu depan kamu baru boleh pulang. Soalnya masih ada beberapa perawatan untukmu” kata mama sambil mengusap kepalaku dengan sayang.

            “Lama banget mama… aku bisa lumutan tinggal di sini mama” kataku sambil memajukan bibirku.

            “Itu bibir minta di tampol” kata kakak ku sambil menaikkan tangannya ingin menampol bibir ku. Kemudian kami bertiga tertawa bersama-sama.

 ...

Satu minggu kemudian

            “Assalamualaikum” ucap aku, kak Lugu, dan mamaku bersamaan sambil memasuki rumah kami.

            “Jadi, kamar aku yang mana ma?” tanya ku sambil melihat seluruh isi rumah.

            “Diatas, ada nama lo di depan pintu kamar lo.” jawab kakak ku dengan berjalan mendahului ku.

            “Idiih, kan aku tanya mama, bukan sama kakak”kataku lagi dengan berjalan cepat mendahuluinya.

Akhirnya aku sampai juga, kemudian dengan perlahan aku membuka pintu kamarku. Dinding, meja hias, meja belajar dan kasur semuanya warna purple. Mungkin aku yang dulu sangat menyukai warna purple.

            “Rebahan dulu dehh” ucapku sambil membuang asal tas selempangku, kemudian membuang tubuhku diatas kasur yang empuk lalu menutup mataku.

Selama seminggu dirumah sakit, hanya mama dengan kak Lugu yang menemaniku. Tapi tidak dengan sahabatku Mina, kata mama ku dia sibuk sehingga tidak sempat menjengukku. Dari semua hal yang sekarang aku ingat, pasti masih banyak hal yang belum aku ketahui.

Selasa, 13 Oktober 2020

Cow Dung


           Bel pulang telah berbunyi, aku dan teman – temanku tidak menyadarinya karena sangat serius menghayati dan berimajinasi dengan cerita guru kami. Kami menyadarinya bel pulang saat guru kami yang memberi tahu, namun sayangnya cerita yang diceritakan guru kami belum juga selesai. Kami pun meminta kepada guru kami untuk menceritakan kami cerita itu sampai selesai. Tetapi guruku harus pulang karena dia  sedang sibuk. Akhirnya, kami semua bersiap untuk pulang. Sehingga membuat kami semua tergantung dengan bagian cerita selanjutnya.

            Saat perjalanan pulang dari sekolah, kami pun belum selesai - selesainya bercerita dan menebak – nebak apa lanjutan cerita dari guru kami. Tiba – tiba “prakkk....”  Aira salah satu teman kami menginjak tahi sapi basah yang ada di depan gerbang sekolah karena sangat bersemangat menebak lanjutan cerita dari guru kami. Sepatunya pun penuh dengan tahi sapi basah itu. Awalnya kami hanya menertawainya karena tidak bisa menahan tawa kami, lalu kemudian kami menolongnya.

            Mengapa dia bisa menginjak tahi sapi itu ?, karena dia berjalan di depan kami. Sambil  menghadap ke arah kami dan menebak – nebak lanjutan cerita dari guru kami. Sebenarnya kami sudah mengingatkan Aira, tetapi dia sangat lambat menyadarinya sehingga menginjak tahi sapi itu. Akhirnya, dia pulang dengan salah satu sepatunya yang penuh dengan tahi sapi. Kami pun hanya memberi tahunya, kalau jalan itu menghadap ke depan bukan ke belakang. 


 

Minggu, 11 Oktober 2020

The Twilight Girl

Oleh: Annisa Dwi Pratiwi


         Cahaya matahari mulai meredup, sang awan pun dengan seksama menjadi penguasa langit, menyisingkan senja yang berwarna jingga. Di sebuah sekolah hanya kesunyian yang menyelimuti, tak ada satpam yang selalu berada di pos nya, juga tak ada murid yang meramaikan sekolah oleh tingkahnya.

          Akan tetapi, ada seorang gadis cantik bernama Naya. Seorang siswi kelas XII di sekolah itu sedang berlari dengan tergesa-gesa. Gesekan sepatu ketsnya membuat suara di sekitar lorong yang ia lewati menggema. Rambut panjangnya ikut melambai seiring langkah kakinya yang lebar, wajahnya tambak basah oleh keringat menandakan ia berlari tanpa henti.

Naya telah sampai di tempat tujuannya, yaitu ruang kelasnya. Dengan napas terengah-rengah, kedua tangannya bertumpu pada lutut untuk menetralkan nafasnya. Di atas pintu terlihat kayu kecil yang menggantung bertuliskan XII-1. Ia menegakkan badannya, lalu berjalan menuju bangku yang berada di pojok kanan dekat pintu masuk. Gadis itu berjongkok untuk melihat isi laci mejanya, senyumnya langsung mengembang saat benda yang ia cari ternyata masih tergeletak rapi.

Tangannya terjulur mengambil benda tersebut yang ternyata adalah buku catatan.

“Untung masih ada” Keluhnya lega, jika sampai buku catatan ini hilang, bisa bisa nyawanya besok dicabut oleh pak Hasdar, guru matematika paling killer yang terkenal dengan kedisiplinannya. Jika tidak membawa buku catatan yang telah dianggap kitab suci bagi para siswa yang diajar oleh pak Hasdar. Siap siap saja hukuman atau nilai taruhannya. Naya berjalan sambil memeluk bukunya, matanya meneliti setiap sudut sekolah.

“Ternyata kalo sepi gini, sekolah serem juga” Batinnya, ia jadi teringat cerita teman-temannya tadi siang. Sore menjelang maghrib akan ada suara wanita minta tolong, sosoknya menggunakan baju putih yang penuh dengan darah, rambut panjang menutup wajahnya yang juga penuh akan darah, ditambah lagi ia berjalan dengan menyeret kedua kakinya yang berdarah, menciptakan garis memanjang di sepanjang koridor.

Tiba-tiba angin berhembus dari arah belakang, membuat tubuh Naya sekitika merinding, ia memeluk dirinya sendiri mencoba meyakinkan diri bahwa yang tadi hanya sebuah hembusan angin semata.

“Ya, itu hanya angin” Batinnya meyakinkan.
Ia mempercepat langkahnya, berbelok melewati lorong tanpa menengok ke belakang, takut jika hantu itu muncul tepat saat ia menengok ke belakang.
Akhirnya Naya sampai di lapangan belakang sekolah, ia memilih jalan ini karena lebih cepat sampai di rumah dari pada melewati halaman depan.

Baru saja Naya akan melewati pohon besar itu, matanya langsung terbalak melihat seorang gadis bertikarkan rumput sedang duduk di bawah pohon. Perawakan gadis itu mungil, mengenakan gaun putih tanpa lengan dengan rambut panjangnya yang diurai membingkai wajah bulatnya.

Gadis itu mendongak melihat ke arah Naya yang sedang memeluk buku. Gadis bergaun putih itu tersenyum, sambil melambaikan tangan ke arah Naya. Awalnya Naya takut, pikirannya mengatakan bisa jadi gadis itu hantu.

Tapi setelah ia teliti lebih jauh, tidak ada tanda tanda ia hantu, sepasang kakinya ada, tak ada noda merah di gaunnya ataupun rembesan darah dari kakinya, bahkan jika Naya boleh jujur gadis itu cantik dan manis.

Perlahan ia mendekat ke arah gadis itu dan duduk di sampingnya. Naya masih bersikap  sedikit waspada, ia duduk agak jauh untuk menjaga jarak. Sedangkan gadis itu tampak tidak keberatan. Justru ia agak mendekat dan mengulurkan tangan untuk berkenalan.

“Aku Reina, namamu siapa?” Tanya gadis itu.
“A.. aku Naya” Jawabnya agak gugup.


Sabtu, 10 Oktober 2020

Hey,you rawr! pt.3

 Hari yang sangat melelahkan,ini sudah hari kesekian tidak denganmu.Aku melempar tas samping ku dan mengantung masker di pojokan kasur,hari ini aku merasa sangat lelah setelah beberapa acara yang mengharuskanku untuk keluar rumah,tidak begitu banyak tapi cukup melelahkan


"Well you only need the light when it's burning low

Only miss the sun when it starts to snow

Only know you love her when you let her go

Only know you've been high when you're feeling low

Only hate the road when you're missing home 

Only know you love her when you let her go

And you let her go"

Aku seketika terdiam mendengar lagu pertama yang terputar di playlistku,setelah kita tidak bersama lagi,aku memutuskan untuk tidak mendengar lagu itu,aku kira aku telah menghapusnya dari playlist,namun kenapa justru lagu ini yang pertama kali terdengar.


Aku seketika teringat,saat kamu bilang lagu ini punya makna yang sangat baik,katamu itu yang selalu kamu dengar ketika kita sedang tidak baik baik saja. 

" setiap kita sedang tidak baik, aku selalu diam dan mendengarkan lagu ini,karena artinya membuatku berpikir bahwa aku akan betul betul merasa kehilangan dan mencintaimu ketika aku membiarkanmu pergi,oleh karenanya sebesar apapun masalahnya tidak akan ada pisah antara kita"

Aku senyum waktu itu,merasa sangat bahagia ketika tahu bahwa ada seseorang yang tidak ingin pergi dan memilih untuk menetap,yaitu kamu.

Walau akhirnya kita sudah tidak bersama lagi,aku akan selalu ingat bagaiamana cara kita bertemu untuk pertama kali.


Sekarang lebih berat dari sebelumnya,aku dan kamu yang sebelumnya jadi kita,yang dulu saling berjanji untuk menetap,namun sekarang tak bertatap benar benar kehilangan kabar,aku tau pasti,tengah malam begini pasti kamu sudah menyuruh dia untuk tidur,karena biasanya kamu tidak pernah membiarkan ku untuk tidur larut malam.


Semakin gelap malam yang datang,semakin rindu ini mengekangku,kamu apa kabar?

malam itu terasa sakit lagi,ini sudah yang kesekian kalinya,ada sedikit rindu yang harus tersampaikan namun mustahil.


Kadang aku bertanya tanya,kenapa sesuatu yang begitu singkat justru yang paling terasa?Mataku sembab lagi dan lagi,aku tau ini sulit dan mungkin juga sulit bagimu meski tak nampak,air mataku menetes di sudut mataku yang sedari tadi menahan namun sudah tak terbendung.Kembali lagi air mata yang menjadi pengantar tidur malam itu.


Minggu, 04 Oktober 2020

Akhir sebuah kisah (3)

   Perkenalkan namaku Kinara Apriliana, orang-orang biasa memanggilku kinara, aku seorang wanita yang hidup sendiri tanpa siapa-siapa. Izinkan aku menceritakan bagaimana semua ini terjadi.

  16 november, saat itulah aku berada di dunia dan merasakan oksigen yang biasa di hirup manusia. Aku telah lahir dan akan mengalami apa yang biasa semua orang alami. 

  Tapi.....Sepertinya aku adalah pengecualiannya.

  Pagi yang cerah,aku berjalan dengan buku-buku pelajaran sekolah.

 Brukk...

  Buku ku berserakan karena seseorang menabrak ku.aku pun merunduk dan ikut membereskannya. Kami belum saling melihat, yang ku dengar hanya kata-kata maaf yang berulang kali ia katakan.  

 "Maaf"katanya membuat ku tersadar. Aku bangkit dan meninggalkannya.

  Biasanya sehabis pulang sekolah aku  pergi ke  sebuah  kafe  di pinggir jalan. Yaahh.. hanya dengan ini  ku bisa membalas budi kepada orang yang telah merawatku setelah kedua orang tuaku meninggal.

  Saat aku memasuki pintu cafe, kak lana sudah menyambutku dengan celemek seragam karyawan di tangannya. Aku mengambil dan segera memakainya.

  "Bagaiamana tadi sekolahmu, menyenangkan ?" Tanyanya saat aku baru saja keluar dari ruangan ganti.Aku melewatinya dan membersihkan meja biasa aku  meracik coffie.

  "biasa aja,sama seperti biasanya" kataku. Dia mendekati ku, dan memandang ku dengan tatapan yang.... tidak aku mengerti.

"apa malam ini kau ada acara ?"

 "tidak ada  kak "jawabku sambil terus melanjutkan pekerjaan ku 

 "Emm.. apakah kamu ada waktu nanti malam" aku langsung berhenti melakukan pekerjaanku dan menatap kak lana dengan ekspresi yang tidak bisa aku tebak.

 "enggak ada si kak... Emangnya ada apa?

   "begini nar, ada sesuatu yang ingin kakak beritahukan ke kamu di suatu tempat"sambil menatap ku dengan serius.

"emang penting banget yaa kak sampai-sampai harus keluar apalagi sekarang banyak sekali pelanggan yang datang ke cafe".

"Masalahnya nar,hal ini sangat penting" 

"baiklah kak tapi setela cafe ini tutup yaa..."kataku sambil tersenyum menatap kak lana.



Bersambung....


Metamorposa 6

               “Sayang, bangun nak…” ucap seseorang sambil mengusap rambutku. Pasti itu mamaku.             “Hmm… iya ma” ucapku sambil du...